APBN 2023 Hadapi Tantangan Internal dan Resesi Global

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Juli 2022 17:06 WIB
Jakarta, MI – Dosen Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang mengatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 memiliki tantangan tersendiri karena tahun depan defisit harus kembali ke angka maksimal tiga persen dari produk domestik bruto (PDB). “Proses penyusunan defisit APBN 2023 kembali ke tiga persen terhadap PDB juga terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang masih turbulensi,” ujar Dian dalam rilis Kementerian Keuangan, Selasa (26/7). Meski demikian, reformasi struktural perekonomian nasional menjadi penguat sistem pengelolaan keuangan negara sehingga akan lebih efektif, transparan dan akuntabel. "Oleh sebab itu, RAPBN 2023 layak disebut sebagai wujud rencana keuangan negara yang berkarakter prospektif dan antisipatif," tegas Dian. Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison menambahkan, berbagai risiko eksternal akan menjadi tantangan bagi penyusunan dan pelaksanaan. Risiko eksternal tersebut seperti kenaikan harga komoditas energi, tekanan inflasi di luar negeri, serta penurunan pertumbuhan ekonomi global. Berbagai risiko eksternal tersebut berimplikasi langsung terhadap berkenaan dengan urusan pajak dan pendapatan negara atau fiskal. Berbagai risiko tersebut berpotensi memberi dampak terhadap tekanan fiskal yaitu melalui adanya kenaikan subsidi yang berpeluang dilakukan oleh pemerintah. Tak hanya itu, tantangan eksternal turut berpotensi menyebabkan penurunan terhadap basis penerimaan pajak serta kenaikan dari sisi belanja. Menurut Adrison, salah strategi yang dapat ditempuh untuk membantu mengurangi pressure terhadap anggaran adalah melalui efisiensi. Selain itu, beberapa upaya yang dapat dilakukan dari sisi pendapatan antara lain melalui penggunaan NIK sebagai ID Pajak dan optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.

Topik:

Universitas Indonesia kemenkeu apbn 2023