APBN dalam Tekanan Berat, Ekonom: Rakyat Tanggung Beban Ekonomi

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 April 2024 09:19 WIB
Ekonom Anthony Budiawan (Foto: Dok MI)
Ekonom Anthony Budiawan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Tekanan terhadap ekonomi Indonesia dan kurs rupiah masih kuat. Tepatnya, semakin kuat.

Intervensi kurs rupiah oleh Bank Indonesia nampaknya tidak efektif mengangkat nilai rupiah yang masih bercokol di atas Rp16.200 per dolar AS.

Seperti sudah diduga, Bank Indonesia “terpaksa” menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen, menjadi 6,25 persen.

Tapi, menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, upaya ini masih belum mampu membuat kurs rupiah menguat. 

Kurs rupiah hanya naik sedikit, untuk kemudian turun lagi, di atas Rp16.200 per dolar AS.

Dalam analisanya, pangkal masalahnya, investor asing saat ini sedang tidak tertarik dengan Indonesia. Meninggalkan Indonesia. Divestasi. Menjual assetnya, baik obligasi dan saham.

Sepanjang triwulan pertama 2024, cadangan devisa sudah anjlok 6 miliar dolar AS, atau hampir Rp100 triliun.

Tetapi, tambah dia, tekanan terhadap kurs rupiah masih terus berlanjut di awal kuartal II 2024 ini. 

Hanya 4 hari dalam minggu ini saja, 22-25 April 2024, investor asing menjual surat berharga negara senilai Rp2,08 triliun, dan menjual saham senilai Rp2,34 triliun. 

"Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,25 persen akan menekan pertumbuhan ekonomi. Investasi dan Konsumsi masyarakat akan melambat," kata Anthony saat dihubungi Monitorindonesia.com, Sabtu (27/4/2024).

"Investasi asing sudah melambat lebih dahulu, bahkan tumbuh negatif," timpalnya.

Di lain sisi, ujar Anthony, kenaikan kurs dolar AS terhadap rupiah akan memicu harga barang naik, membuat daya beli masyarakat melemah, dan akan menekan pertumbuhan ekonomi.

Yang tidak kalah memprihatinkan, APBN juga dalam tekanan berat. 

"Gara-garanya, asumsi makro di APBN melenceng jauh. Asumsi kurs rupiah di APBN hanya Rp15.000 per dolar AS," cetusnya.

"Sedangkan kurs rupiah melemah terus," sambungnya.

Realisasi selama 4 bulan pertama 2024, Januari sampai April, kurs rupiah rata-rata diperkirakan sudah mencapai Rp15.750 per dolar AS, dengan tren masih terus naik.

Kondisi ini membuat pembayaran bunga utang pemerintah dan belanja subsidi di dalam APBN membengkak.

"Akhirnya rakyat juga yang menanggung beban ekonomi. Harga naik. Pajak naik. Kemiskinan juga bisa naik," Anthony menandaskan. (wan)