Berulang Kali Terseret Kasus Dugaan Korupsi, Indra Iskandar Tak Kunjung "Ditendang" dari Setjen DPR

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Maret 2024 23:30 WIB
Sekjen DPR RI Indra Iskandar saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/5/2019)
Sekjen DPR RI Indra Iskandar saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/5/2019)

Jakarta, MI - Kerap terseret kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indra Iskandar tak kunjung "ditendang" dari Sekretariat Jenderal (Setjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. 

Padahal Sekjen DPR RI itu, teranyar terseret lagi di kasus dugaan korupsi korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI TA 2020. Bahkan, kabarnya dia menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini dan dicegar bepergian ke luar negeri.

Dan yang jelasnya, pihak KPK menyatakan bahwa tersangka dalam kasus yang merugikan negara miliaran rupiah ini lebih dari dua orang. "Lebih dari dua orang tersangka," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (26/2/2024).

Tidak dinonaktifkannya Indra Iskandar ini menjadi sorotan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Menurut FITRA jika dikhawatirkan atau diduga ketika yang bersangkutan masih aktif menjabat bisa menghambat proses pemeriksaan maka penonaktifan bisa dilakukan untuk memperlancar pemeriksaan. 

Namun, berkaca pada beberapa kasus yang ada penonaktifan pejabat/PNS, itu akan dilakukan ketika sudah ada ketetapan hukum terhadap pejabat/PNS tersebut.

"Kalau statusnya memang sudah tersangka sebaiknya dinonaktifkan. Penonaktifan ini penting, selain untuk memeperlancar penanganan dan penyelesaian kasus juga sebagai bentuk komitmen Kesekjenan DPR RI dalam pemberantasan korupsi," ujar Manager Riset di Sekretariat Nasional FITRA, Badiul Hadi kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (22/3/2024).

KPK Diminta Periksa Anggota DPR di BURT

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menduga sangat mungkin bukan hanya melibatkan Sekjen DPR dalam kasus ini. "Karena anggaran itu atau proyek tidak pernah diputuskan sendiri oleh Sekjen bahwa uang itu kemudian jadi tanggung jawab Sekjen tapi proyeknya sendiri dirancang bersama dengan BURT," kata Lucius kepada Monitorindonesia.com belum lama ini.

Jadi, menurut dia, menarik untuk melihat apakah nanti misalnya ada tersangka itu berasal dari pihak Setjen. Apakah KPK juga mau memperluas penyelidikannya untuk memastikan keterlibatan dari anggota DPR yang ada di BURT itu dalam kasus korupsi yang sama?

"Begitu banyak proyek pengadaan di DPR itu dan setiap proyek pengadaan itu, saya kira potensi korupsinya memang sangat terbuka, kalau pengawasannya rendah dan bukan cuma meubelair di rujab itu, pokoknya terkait dengan pengadaan barang-barang," jelasnya.

"Kita tahu lah barang-barang itu ada harga pasarnya, ada harga yang diajukan oleh pekerja proyek dan lainnya," tambahnya.

Menurut Lucius, permainan mark up harga-harga merupakan modus permainan dan penentuan siapa yang akan mengerjakan proyek-proyek itu. 

"Walaupun untuk proyek-proyek besar kan selalu ada tender. Tapi kan kita tahu bahwa ada proyek lain yang penunjukan langsung. Bisa jadi yang ditunjuk orang-orang itu juga, orang-orang mereka sendiri. Mungkin temuan KPK seperti itu dan permainan-permainan dalam pengadaan itu," tandasnya. 

Terkait dengan Indra Iskandar bukan sekali dua kali berurusan dengan KPK. Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, dia sudah beberapa kali diperiksa KPK, yakni:

Pada awal Januari 2021 lalu, Indra Iskandar dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dalam kasus korupsi PT DI, Indra Iskandar dipanggil sebagai mantan Kepala Biro Umum Sekretariat Setneg. KPK mengendus aliran dana korupsi di PT DI mengalir hingga ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

Pada Februari 2019, Tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Indra Iskandar terkait kasus dugaan suap Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran (TA) 2016 untuk alokasi APBD-P Kabupaten Kebumen TA 2016.

Pada 21 Maret 2019, Indra Iskandar diperiksa KPK terkait dengan kasus Plt. Kadis Pekerjaan Umum Pegunungan Arfak Papua Barat Natan Pasomba, yang diduga menyuap anggota DPR Periode 2014-2019 Fraksi PAN Sukiman (SKM) sebesar Rp2,65 miliar dan 22 ribu Dolar AS untuk memuluskan pengurusan dana perimbangan untuk Kabupetan Pegunungan Arfak, Papua Barat. Saat itu, Indra Iskandar mengaku hanya ditanya seputar penyitaan sejumlah dokumen di DPR saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Pada April 2019 Indra Iskandar diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang menjerat Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi). Romi diduga menerima suap dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin. 

Tak hanya kasus itu, pada Mei 2019 Indra Iskandar juga sempat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP). Bowo terseret kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan juga menerima gratifikasi.