Kejagung Didorong Gandeng Polri Tangkap Nistra Yohan: Perantara Uang Saweran Korupsi BTS ke Komisi I DPR!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 April 2024 07:01 WIB
Nistra Yohan diduga perantara saweran uang korupsi BTS Kominfo Rp 70 M ke Komisi I DPR RI (Foto: Dok MI)
Nistra Yohan diduga perantara saweran uang korupsi BTS Kominfo Rp 70 M ke Komisi I DPR RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) agar bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menangkap Nistra Yohan yang diduga sebagai perantara uang saweran korupsi BTS 4G Bakti Kominfo ke Komisi I DPR RI, sekitar Rp 70 miliar.

Tercatat, sudah beberapa kali Kejagung melayangkan panggilan terhadap Nistra Yohan yang disebut-sebut sebagai staf ahli Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sugiono dari Fraksi Partai Gerindra itu, namun hingga saat ini belum juga memunculkan batang hidungnya di Kejagung. Kabar yang beredar Nistra Yohan berada di luar negeri dan sudah tidak muncul di Senayan lagi.

Atas mangkirnya inilah, FITRA khawatir Nistra Yohan akan menghilangkan barang bukti ataupun alat bukti atas kasus yang merugikan negara Rp 8,032 triliun ini. 

"Memburu Nistra Yohan, saya kira Kejagung bisa kerja sama dengan lembaga penegak hukum lainnya, kepolisian. Contohnya KPK bekerja sama dengan Polri memburu Harus Masiku meski hingga saat ini belum ditangkap juga," kata Manager Riset Sekretariat Nasional FITRA, Badiul Hadi kepada Monitorindonesia.com, Senin (1/4/2024).

Badiul Hadi mewanti-wanti kasus ini bernuasa politik yang begitu kuat, ujungnya menghambat pengungkapan kasus ini di Kejaksaan Agung yang saat ini masih dinahkodai Jaksa Agung ST Burhanuddin. Maka tak salah dalam putusan MK baru-baru ini menyatakan bahwa pengurus parpol yang akan diangkat menjadi Jaksa Agung harus lebih dulu berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya 5 tahun.

"Sarat nuasa politik menghambat pengungkapan kasus dugaan korupsi," tegas Badiul.

Sementara itu, pengamat tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih, seblumnya mengingatkan agar Kejagung jangan impoten dalam mengusut kasus ini. Baginya, bagaimanapun situasinya, hukum harus ditegakkan.

"Harus tuntaskan, hukum harus tetap ditegakkan. Jangan sampai lumpuh hanya gara-gara dinamika politik!" katanya kepada wartawan, Senin (19/2/2024).

Nistra disebut-sebut kader Partai Gerindra. Pasangan calon (paslon) nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang didukung kedua partai itu, dan telah memenangkannya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Sekadar tahu, bahwa para perusahaan pemenang tender pengadaan BTS 4G Bakti Kominfo turut menyerahkan uang saweran kepada Nistra Yohan. Penyerahan ini sesuai arahan bekas Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.

Hal tersebut dilontarkan terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, Irwan Hermawan, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (26/9/2023). Dalam sidang tersebut, ia dipanggil sebagai saksi.

"Belakangan saya tahu dari pengacara saya, bahwa beliau (Nistra Yohan, red) orang politik, staf dari anggota DPR, staf dari salah satu anggota DPR," katanya dalam persidangan.

Sementara, saat Hakim Ketua Fahzal Hendri menyecar tersangka Windi Purnama dalam persidangan. Hakim mempertanyakan aliran uang yang diperintahkan mantan Direktur BAKTI Ahmad Anang Latief kepada Windi.

Windi menjelaskan bahwa awalnya ia dikirim sebuah kontak nomor telepon oleh Anang bernama Nistra. Anang kemudian memberikan kode bahwa itu untuk K1 yang artinya Komisi I DPR RI.

Menurut Windi, penyerahan uang kepada Nistra dilaksanakan dua kali dengan total Rp70 miliar. Namun, ia mengaku tidak tahu tujuan penyerahan uang tersebut.  "Yang pertama di rumah, di daerah Gandul, yang kedua diserahkan di hotel, di Sentul. Di Hotel Aston kalau nggak salah," kata Windi. 

Sebagai informasi, kasus korupsi ini bermula ketika BAKTI Kominfo ingin memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kominfo membangun infrastruktur 4.200 site BTS.

Dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan, ada indikasi para tersangka merekayasa proses sehingga dalam pengadaannya tidak terjadi persaingan sehat. 

BAKTI merupakan unit organisasi noneselon di lingkungan Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. BAKTI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh Direktur Utama.  

Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8.032.084.133.795. Angka tersebut merupakan hasil analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.