Anggota Komisi A DPRD DKI Dwi Rio Minta Kanwil BPN Beri Kejelasan Status Pengajuan PTSL Warga

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 22 April 2024 21:58 WIB
Dwi Rio Sambodo (Foto: MI/Aswan)
Dwi Rio Sambodo (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Anggota Komisi A DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo meminta Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta agar memberi kejelasan status pengajuan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) masyarakat.

Hal itu dia ungkapkan saat Komisi A DPRD menggelar rapat membahas realisasi Fasos dan Fasum DKI Jakarta pada Jum'at (19/4/2024) kemarin.

Pasaknya, ada sebanyak 1.311 Surat Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang sejak tahun 1971 hingga kini belum menyerahkan kewajiban berupa fasos-fasum.

Persoalan utama bagi Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta itu setelah dia teliti, cermati dilapangan, bukan soal pembiayaan tapi kepastian proses nasib berkasnya warga.

"Warga sampai hari ini 90% nggak tahu nasibnya itu kayak gimana termasuk mereka yang sudah memberikan berkas asli ke BPN," kata Dwi Rio.

Menurut Dwi Rio, I60 anggota DPRD DKI Jakarta kalau reses, sebanyak 50-70% yang ditanyakan soal itu.

"Dan sampai saat ini sekian kali ganti Kanwil, Kepala BPN di kota tidak ada perubahan yang masif signifikan dan sistematis," tandasnya.

Penting diketahui, bahwa Komisi A DPRD DKI Jakarta terus mendorong BPN memperjelas regulasi dalam pada program PTSL sehingga memudahkan masyarakat.

Pemprov DKI diminta ambil langkah konkret

Ketua Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta Mujiyono meminta Pemprov DKI Jakarta mengambil langkah konkret terhadap sikap para pengembang yang hingga kini belum memenuhi kewajiban membangun fasilitas sosial dan fasum. 

Mujiyono mengaku heran karena Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemprov DKI. 

Padahal, menurutnya, ada sebanyak 1.311 surat izin peruntukkan penggunaan tanah (SIPPT) yang sejak 1971 belum menyerahkan kewajibannya berupa fasos-fasum hingga kini.

"Harus ada langkah dong. Jika kita tahu soal mekanisme keuangan, ada istilah diputihkan. Masa dari tahun sekian tidak ada langkah konkret. Jika terus menjadi catatan seperti ini, ya terus menumpuk dalam catatan laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta," kata Mujiyono seusai rapat.

Mujiyono menyebutkan BPK selalu memberikan predikat WTP pada Pemprov DKI dalam enam tahun terakhir ini. 

Namun BPK memberi catatan soal masalah aset Pemprov DKI Jakarta, yang salah satunya terkait kewajiban pengembang soal fasos-fasum.

"Jadi tanda tanya besar, laporan keuangan mendapat predikat WTP, tapi masih banyak problem seperti ini. Makanya, kami menginisiasi melakukan rapat kerja soal fasos-fasum. Dan ternyata kami temukan banyak hal yang menjadi pertanyaan besar," ungkapnya.

Pun Mujiyono memberi contoh satu kasus pengembang yang belum memenuhi kewajiban fasos dan fasum. Dia menyebut nama pengembang CV Harapan Baru.

"Contoh dari tahun 1971,ada CV Harapan Baru, mendapatkan SIPTT dengan luasan tanah 140 ribu meter persegi di Jelambar, Jakarta Barat untuk membangun perumahan. Kewajiban pengembangnya, kita tidak pernah tahu berapa kewajiban pengembangnya," imbuhnya.

Dalam rapat ini sejumlah mitra kerja yang hadir yakni, Asisten Pemerintahan DKI Jakarta, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), Inspektorat DKI Jakarta, lima walikota dan bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 

Rapat dipimpin Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono didampingi Wakil Ketua Komisi A Inggard Joshua. (wan)