Hendry Lie dan Fandy Lingga Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun: Kaka Beradik Pendiri Sriwijaya Air

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 28 April 2024 13:15 WIB
Salah satu tersangka baru korupsi timah mengenakam rompi tahanan Kejagung dan tangan diborgol (Foto: Dok MI)
Salah satu tersangka baru korupsi timah mengenakam rompi tahanan Kejagung dan tangan diborgol (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - HL dan FL menjadi tersangka baru dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan negara (lingkungan) Rp 271 triliun.

Dia ditetapakan sebagai tersangka bersama 3 orang lainnya pada Jumat (26/4/2024) kemarin.

Lantas siapakah HL dan FL ini?

Dua inisial HL dan FL mengacu pada nama Hendry Lie (HL) dan Fandy Lingga (FL). 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, keduanya adalanya pendiri Sriwijaya Air.

“Pendiri Sriwijaya Air,” kata saat dikonformasi Monitorindonesia.com, Minggu (28/4/2024).

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, HL ini diperiksa penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung pada Kamis (29/2/2024) lalu.

Saat itu HL diperiksa selaku pihak swasta bersama D selaku Pegawai PT Refined Bangka Tin. 

Berdasarkan sumber internal Kejagung, HL yang dimaksud adalah Hendry Lie selaku pendiri sekaligus Direktur atau bos Sriwijaya Air.

Kuntadi selaku Dirdik Jampidsus Kejagung juga mengungkapkan bahwa HL sempat diperiksa pasa tanhha 29 Februari 2024 lalu.

“Benar, HL memang pernah diperiksa [29 Februari],” kata Kuntadi.

Kuntadi menjelaskan bajwa peran HL dalam kasus timah ini selaku beneficiary owner dan tersangka lainnya Fandy Lingga sebagai marketing PT Tinindo Internusa (TIN). 

Fandy Lingga sudah dijebloskan ke sel tahanan di Rutan Salemba, cabang Kejagung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).

Sedangkan, Hendry Lie belum dilakukan penahanan.

Ia tak hadir saat dimintai keterangan sebagai saksi sebelum diumumkan jadi tersangka, pada Jumat (26/4/2024) lalu yanga mana saat itu ada 14 saksi yang diperiksa.

Mengutip dari situs resminya, PT Sriwijaya Air didirikan oleh Chandra Lie, Hendry Lie Johannes Bunjamin dan Andy Halim pada 10 November 2002. 

Pada Rabu (8/2/2023) lalu, Chandra Lie menyebut bahwa Sriwijaya Air merupakan perusahaan keluarga. 

Hendry Lie merupakan kakak dari Chandral Lie, sementara Andy Halim dan Fandy Lingga merupakan adik-adiknya.

"Berkat dorongan dan dukungan merekalah, saya bisa mencapai seperti saat ini. Dan yang tidak boleh saya lupakan adalah para founding father perusahaan ini. Selain kami bersaudara, juga ada Pak Sunaryo, Pak Johannes dan beberapa orang lain," kata Chandra Lie, Kamis (13/7/2023).

Dengan demikian, benar bahwa FL dan HL ini adalah kakak beradik.

Selain dua tersangka itu, Kejagung juga telah membeberkan 19 peran tersangka kasus ini. Adalah sebagai berikut:

Direktur Keuangan Timah 2017-2018, Emil Ermindra

Seperti Mochtar dan Alwin, Emil terlibat dalam pembentukan perusahaan boneka dan pembuatan kontrak dengan para pengusaha smelter. Dia juga menandatangani SPK yang dipegang oleh pengusaha swasta. 

Direktur Operasi Produksi PT Timah 2017-2021, Alwin Albar

Alwin dengan Mochtar dan Emil menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya karena penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah. Dia juga terlibat dalam pembuatan dokumen kerjasama dengan para pengusaha smelter.

Beneficial Ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Tamsil

Tamron Tamsil terlibat dengan pertambangan ilegal di PT Timah. CV VIP memiliki kontrak kerjasama dengan PT Timah untuk melebur bijih timah mereka. Bijih timah untuk peleburan seharusnya didapatkan dari perusahaan rekanan PT Timah lainnya. Namun, Tamron diduga menyuruh anak buahnya, Achmad Albani untuk menyediakan bijih timah dari tambang ilegal di IUP PT Timah. 

Adik Tamron Tamsil, Toni Tamsil

Toni Tamsil dituding menghalangi penegakan hukum atau obstruction of justice. Selama saudaranya, Tamron, diselidiki Toni bersikap tidak kooperatif. Toni dituding menyembunyikan sejumlah dokumen dan alat bukti saat Tamron sedang menjalani penyelidikan. Dia juga dituduh sempat menyewa preman untuk meneror seorang jaksa yang akan menggeledah PT CV VIP. 

Direktur Utama CV VIP, Hasan Thjie alias Ashin

Hasan Thjie alias Ashin merupakan pengembangan penyidikan dari para tersangka lainnya dalam CV VIP seperti Tamron Tamsil dan Achmad Albani.

Pihak Kejaksaan Agung belum menjelaskan keterkaitan Direktur Utama CV VIP ini dalam kasus korupsi timah ini. 

Mantan Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung

Buyung merupakan salah satu kaki tangan utama Tamron yang merupakan Beneficial Ownership dari perusahaan CV VIP. Menurut Kejaksaan Agung, penyidik harus melakukan pemanggilan dan pengejaran paksa terhadap tersangka Buyung karena tidak kooperatif dan menghindar dari panggilan penyidik.

Manajer Operasional Tambang CV VIP, Achmad Albani

Achmad Albani merupakan salah satu petinggi CV VIP yang ditahan bersamaan dengan Tamron. Achmad diinstruksikan oleh Tamron untuk menyediakan bijih timah dari tambang ilegal itu dan terlibat dengan kesepakatan dengan PT Timah. 

Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta

Suparta menginisiasi pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah TBK dan tersangka Emil Ermindra yang menjabat Direktur Keuangan.

Pertemuan itu untuk mengakomodasi atau menampung timah hasil penambang liar di wilayah IUP PT Timah.

Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Ardiansyah

Dengan Suparta, Reza bertemu juga dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra.

Mereka membuat perjanjian untuk menampung timah hasil penambang liar di wilayah IUP PT Timah.  

General Manager PT Tinido Inter Nusa, Rosalina

Rosalina bersama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra menandatangani kontrak kerja sama.

Dalam kontrak kerja ini, General Manager PT Tinido Inter Nusa itu melakukan pengumpulan bijih timah yang dicover dengan pembentukan perusahaan boneka. Perusahaan boneka ini kemudian dipergunakan oleh Rosalina untuk mengakomodasi pengumpulan bijih timah.

Pengusaha di Bangka Belitung, SG alias AW 

Tersangka SG diduga memerintahkan tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah yang seluruhnya dikendalikan oleh tersangka MBG. 

Pengusaha di Bangka Belitung, MBG

MBG diinstruksikan oleh SG untuk menandatangani kontrak kerja dengan direksi PT Timah.

Dia diduga mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal dengan cara membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

Direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa, Robert Indarto

Robert ditahan karena diduga memiliki keterkaitan dalam bisnis timah ilegal yang melibatkan para mantan direktur PT. Timah.

Kejaksaan Agung mengatakan bahwa penyidik menemukan alat bukti yang cukup bahwa mereka memiliki keterkaitan dalam mengakomodasi tambang timah ilegal yang berada di IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah. 

Pengusaha yang juga Manajer PT QSE, Helena Lim (tersangka tindak pidana pencucian uang/TPPU)

Helena Lim melalui perusahaan, PT QSE, diduga turut cawe-cawe membantu menyewakan alat peleburan timah di kawasan PT Timah Tbk. Kejaksaan Agung mengatakan Helena Lim berperan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter di kawasan IUP PT Timah Tbk. Dia ditahan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pengusaha, Harvey Moeis, Suami Artis Sandra Dewi (tersangka tindak pidana pencucian uang/TPPU)

Dari 2018-2019, Harvey Moeis menghubungi Mochtar dalam rangka mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Mereka bertemu beberapa kali dan menyepakati kerja sama untuk sewa-menyewa peralatan peleburan timah. Harvey juga melobi sekaligus mengkondisikan beberapa perusahaan lain seperti PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN agar satu suara menjalankan operasi ini.

 

SW, Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2015 - Maret 201o; BN, Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret 2019; dan AS, Plt Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung yang kini menjabat Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung.

Ketika menjabat sebagai Kadis ESDM Bangka Belitung, menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk PT RBT, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP. RKAB yang diterbitkan itu tidak memenuhi syarat.

Mereka tahu bahwa RKAB yang dia terbitkan tersebut, tidak dipergunakan untuk melakukan kegiatan penambangan di wilayah IUP kelima perusahaan tersebut, melainkan sekadar untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal diwilayah IUP PT Timah.

Pasal sangkaan

Para tersangka dalam perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara untuk tersangka TPPU, Harvey dan Helena disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Teruntuk tersangka obstruction of justice, Kejagung menjeratnya dengan pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. (wan)