Dugaan Kolusi Pengadaan Primata Cage NHP Fasilitas ABSL3 di BRIN Rp55 Miliar, Kejagung Diminta Periksa Orang-orang Ini

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 April 2024 21:39 WIB
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (Foto: MI Repro Antara)
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (Foto: MI Repro Antara)

Jakarta, MI - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suara Pemuda Indonesia (SPI) melaporkan sejumlah pihak terkait agar diperiksa Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dengan kuatnya indikasi kolusi pada pelelangan pengadaan Primata Cage NHP Fasilitas ABSL 3 TA.2022 di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) senilai Rp.55.000.000.000 (Rp 55 miliar) yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Dalam laporannya itu, Koordinator Investigasi SPI Hikmat Siregar mengungkap banyaknya kejanggalan dalam pelelangan itu tepatnya di Deputi Infrastruktur, Riset dan Inovasi, sesuai dengan pengumuman tender pasca kualifikasi nomor Peng. Tend/022/Pokja/PL.01.03/2022.

Panitia menetapkan pemenang pertama PT TJI dengan harrga Rp.66.068.620.800. Pemenang kedua PT RN dengan harga Rp.66.165.846.144. Sementara untuk pemenang ketiga adalah PT MK dengan harga Rp.66.919.860.000.

"Dalam pelelangan ini panitia pokja membuat persyaratan bahwa setiap peserta lelang harus melampirkan "Surat Dukungan" dari agen tunggal atau distributor resmi, mutlak sesuai dengan ketentuan dalam lembar document pelelangan (LDP)," ujar Hikmat dalam laporannya sebagaimana ditukil Monitorindonesia.com, Senin (8/4/2024). 

Dalam hal ini PT TJI melampirkan surat dukungan dari PT E. Namun ternyata PT E bukanlah distributor resmi tetapi hanya mengaku-ngaku dimana tujuannya hanya bertindak sebagai trader yang hanya mencari fee.

"Bahwa hal ini sangat jelas dan diduga keras ada permainan antara ULP/Pokja, KPA dengan PT E, dimana Deputi Infrastruktur, Riset dan Inovasi punya kepentingan (conflic interest) sebab dari awal sudah mengetahui bahwa PT E bukanlah sebagai distributor resmi tetapi karena sudah sejak lama saling mengenal," lanjutnya.

Kemudian kontrak pekerjaan pun ditandatangani antara PT TJI dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan nilai Kontrak Rp.55 miliar patut dipertanyakan dan dicurigai perubahan nilai kontrak dengan nilai pemenang 1 Rp.66.068.620.800.  "Jikapun ada pengurangan volume seharusnya dibuat berita acara sehingga ada transparansi," tegas Hikmat..

Kemudian untuk hari berikutnya PT TJI menerima pembayaran uang muka sesuai dengan aturan dalam kontrak. Untuk selanjutnya PT TJI berencana untuk mengirim barang kepada BRIN tetapi PT E tidak bersedia menyediakan barang dimaksud kecuali harganya dinaikkan dari harga penawaran semula. 

Dugaan SPI, tentu saja PT TJI menolak permintaan kenaikan harga tersebut karena dalam surat dukungan sudah tertulis harga yang mengikat.  Melihat situasi situasi seperti ini KPA dan PPK, YR dan IS, memanggil Direktur PT TJI, LN untuk rapat guna membicarakan permasalahan tersebut. 

"Dalam rapat KPA sangat marah menekan pimpinan PT TJI untuk tetap memesan barang lewat PT E dan kalau tidak maka kontrak akan diputus. PT TJI tetap tidak setuju memesan barang ke PT E dan akhirnya memesan barang tersebut langsung dari pabrikan di Amerika Serikat".

Direktur PT TJI akhirnya pernah meminta bantuan kepada seseorang untuk memediasi agar kontrak tidak diputus atau dibatalkan dan dijanjikan akan memberikan sejumlah uang untuk KPA sebesar Rp 2 miliar, "juga kepada PT E sebesar Rp 2 miliar asalkan mereka tidak mempersoalkan lagi "artinya tinggal duduk manis".

Selain itu juga dijanjikan untuk PPK sebesar Rp 1 miliar yang penting kontrak jalan terus. "Dalam hal ini dengan adanya deal-deal tersebut maka pelaksanaan pekerjaan selesai dari bulan Agustus 2022 hingga bulan Desember 2022," tulis SPI dalam laporannya yang ditujukan ke Jampidsus Kejagung.

Dengan demikian, SPI meminta penyidik gedung bundar Jampidsus Kejagung memeriksa dan memanggil; Deputi Infrastruktur, Riset dan Inovasi selaku KPA, YR;  Pejabat Pembuat Komitmen, IS; dan Ketua dan Anggota Pokja Pemilihan.

Hikmat menambahkan, bahwa pihak diduga sebagai pemberi surat dukungan (PT E) yang ternyata tidak bersedia menyediakan barang beralamat di Jl. Raya Kebayoran Lama No. 34 E RT.1/RW.2 Jakarta Selatan.  Lalu pimpinan PTTJI, LN yang beralamat di Perum Legok Indah Blok B. 18 No. 1 RT.004/RW.010

Catatan dari SPI bahwa selisih dari harga penawaran dengan harga kontrak yang dirubah ada sebesar Rp 9 miliar lebih dipertanyakan dan kuat indikasi korupsi. "Bahwa dalam proses pelelangan ini sudah puluhan kali terjadi perubahan jadwal artinya sangat kuat dugaan pengaturan pemenang lelang," demikian Hikmat. 

Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi hal ini kepada Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, namun hingga Senin (8/4/2024) malam belum memberikan respons.

Dasar hukum: UU No.31 Thn 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Thn 2001, UU No.28 Tahun 1999 Tentang Pegawai Negeri Sipil harus bebas KKN  dan  UU No.14 Thn 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).