Ajudan dan Sopir Syahrul Yasin Limpo dapat Perlindungan Fisik dari LPSK

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 April 2024 20:18 WIB
Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Foto: Istimewa)
Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk memberikan perlindungan fisik kepada tiga orang dalam yang menjadi saksi dalam kasus korupsi dugaan pemerasan dan gratifikasi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Keputusan ini didasarkan pada hasil Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada 27 November 2023 yang membahas permintaan perlindungan fisik terhadap lima orang di kasus tersebut. 

Mereka adalah Mentan SYL; Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; Ajudan SYL, Panji Harjanto; Sopir Pribadi SYL berinisial HT; dan staf honorer Kementan berinisial UN.

Akan tetapi, dalam putusan SMPL, LPSK hanya memberikan perlindungan kepada tiga orang yaitu Panji Harjanto, HT, dan UN. LPSK menolak memberikan perlindungan kepada SYL dan Muhammad Hatta karena keduanya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“LPSK menolak Permohonan yang diajukan oleh SYL dan MH dengan pertimbangan tidak memenuhi pasal 28 ayat (1) UU Nomor 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, keduanya berstatus sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK,” kata Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, Rabu (17/4/2024).

Panji Harjanto dan HT mendapatkan program layanan perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan Pemenuhan Hak Prosedural. 

Hal ini termasuk permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyiapkan ruang khusus kepada ketiganya saat dipanggil menjadi saksi di Pengadilan Tipikor.

Selain itu, LPSK juga melakukan monitoring khusus terhadap kondisi tempat tinggal dan tempat kerja tiga nama tersebut. Hal ini untuk menjamin ketiganya dapat memberikan keterangan dengan baik sebagai saksi.

“Jika ada ancaman serius terhadap Terlindung, LPSK akan membawa Terlindung ke rumah aman atau shelter,” ujar Susilaningtias.

Seperti Panji dan HT, eks pegawai honorer Kementan berinisial UN juga mendapat program perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan pemenuhan hak prosedural. Akan tetapi, UN juga mendapatkan program rehabilitasi psikologis.

Dalam perkara ini, SYL telah didakwa menerima uang atau gratifikasi hingga mencapai Rp85 miliar pada periode 2020-2023. Dia diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah pegawai dan pejabat Kementan untuk menyerahkan uang sebagai jaminan jabatan.

Dalam dakwaan disebut, SYL melakukan pemerasan senilai Rp44,5 miliar, dan menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar. Praktik korupsi ini dilakukan bersama terdakwa lainnya yaitu Muhammad Hatta dan Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.