Dugaan Gratifikasi Izin Reklame, Apa Kabar Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 April 2024 21:13 WIB
Reklame tak berizin di Jalan Sisingamangaraja Jakarta Selatan (Foto: Dok MI)
Reklame tak berizin di Jalan Sisingamangaraja Jakarta Selatan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Dalam pemasangan papan reklame dan videotron di Jakarta sudah diatur dalam Pergub Nomor 100 tahun 2021 tentang Perubahan Pergub No.148 tahun 2017. 

Reklame yang dipasang di Jakarta harus sudah memenuhi persayaratan izin Penyelenggara Reklame yang dikeluarkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI  Jakarta sesuai PP No.5 Tahun 2021 jo Pergub No.47 Tahun 2017. 

Surat izin penyelenggara reklame permanen adalah surat izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota sebagai dasar peletakan reklame dengan memperhatikan estetika, edukasi dan keserasian lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang izin diberikan Dispenda. 

Tim Penertiban Terpadu izin Penyelenggara Reklame melibatkan petugas dari Dispenda, DPMPTSP, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan, dan Asisten Daerah Bidang Pembangunan serta Dinas Satuan Polisi Pamong Praja.  

Pencabutan Reklame tanpa izin dilakukan Satpol PP dan Pemblokiran area reklame dilakukan DPMPTSP sesuai Pergub No.47 Tahun 2017 jo PP No.32 Tahun 2004 dan PP PP No.5 Tahun 2021 jo Perda No.9 Tahun 2014.  

"Artinya bila ada pembiaran reklame tanpa izin dipasang di trotoar di Jalan Sudirman dan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan patut diduga adanya kolusi korupsi nepotisme (KKN) atau gratifikasi memanfaatkan celah hukum setelah pembiaran pemasangan alat peraga kampanye (APK) dipasang dipapan reklame di Jakarta," kata pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria kepada Monitorindonesia.com, Rabu (17/4/2024).

Birokrasi merupakan tempat yang subur berlangsungnya perbuatan kotor manipulasi dan suap atau gratifikasi belum banyak tersentuh oleh aparat penegak hukum. 

Kata dia, mereka dianggap melakukan penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang sehingga dianggap mal-administrasi belaka, patus diduga adanya kerugian negara terhadap penerimaan keuangan negara atau daerah. 

"Padahal Birokrasi berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam hal pembangunan dan pelayanan publik," jelas Kurnia. 

Masyarakat sebagai konsumen yang memerlukan jasa pelayanan birokrasi “terpaksa” ikut permainan kotor untuk mendapatkan kemudahan dan kelancaran akses pelayanan publik dan perizinan. 

Pola pendaftaran online dan pembayaran via transfer atau uang digital lewat bank DKI (Pemprov DKI Jakarta) tidak menjamin suap/gratifikasi secara tunai maupun barang dilakukan masyarakat mau atau tidak mau, suka atau tidak suka  harus menerima kenyataan seperti ini.

"Mungkin aparat birokrasi Pemprov DKI Jakarta saat era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan era Gubernur Ali Sadikin aparat Pemda bersih dari praktik KKN karena ancaman Pemecatan dan Mutasi nontot sangat ditakuti aparat birokrasi Pemprov DKI Jakarta," jelasnya.

KKN di Jakarta memiliki jaringan atau jangkauan luas dari aparat birokrasi hingga aparat penegak hukum, pusat maupun daerah, para politikus partai politik hingga kalangan bisnis. 

Dikatakannya, oknum aparat birokrasi Pemda DKI Jakarta dimulai dari Pemprov Jalan Merdeka Selatan hingga Kantor Kelurahan dimana pelayanan publik dilakukan aparat DPMPTSP juga tidak menutupi celah pelanggaran administrasi dan hukum yang dilakukan para oknum birokrat. Korupsi tidak terlepas dari gaya hidup “mewah” dan budaya “hedonisme” dimana aparat birokrasi bersifat bukan melayani tapi dilayani. 

"Korupsi tidak akan bisa diberantas bila pola masyarakat terhadap koruptor setelah ditangkap masih “santai dan tanpa malu” dan “tanpa ekspresi mengatakan saya tidak melakukan” saat masuk mobil tahanan membawa dirinya ke Rumah Tahanan."

Narapidana koruptor dihukum ringan dan bila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dirinya tetap dielu-elukan pendukungnya dan masyarakat masih terima tanpa sanksi sosial. 

Tidak ada beban mental bagi keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya karena dianggap “RobinHood atau Si Pitung”. Korupsi di Indonesia bermasalah sangat kompleks bagai tidak bergerak dilorong waktu, terkait sistem sosial, budaya, hukum, dan politik Indonesia. 

Menurut Kurnia Zakaria pola birokrasi seperti sekarang tidak akan terlepas dari pengaruh KKN karena dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas sesuai kewajibannya atau tanpa hak menggunakan kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyaknya bersifat pribadi. 

Terkait reklame dan videotron itu, Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin dan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertahanan DKI Jakarta Heru Hermawanto tutup mulut.

Pasalnya, Monitorindonesia.com pada Kamis (4/4/2024) mengirimkan pesan konfirmasi lewat WhatsAap tak digubris. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya. Ada apa dengan kedua orang tersebut enggan menjawabnya.

Parahnya lagi, Kasatpol PP DKI Jakarta, Arifin itu disebut-sebut tebang pilih dalam menertibkan reklame videotron.

Sependapat dengan Kurnia, Ketua Pergerakan Transformasi (PATRA), Prans Shaleh Gultom juga menduga bahwa pemberian izin serta tindakan terhadap reklame di Ibukota sarat dengan KKN.

Prans mencontohkan, ada satu titik reklame di trotoar pasar festival Jalan Karet Kuningan, Jakarta Selatan, yang sampai sekarang masih di segel oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan konstruksi bangunannya pun dililiti oleh Satpol PP line. "Apa bedanya dengan Jalan Sudirman ini kan kasusnya sama," tegasnya lagi. 

Selain di Jalan Sudirman, pembangunan kontruksi reklame diduga tanpa izin penyelenggaraan reklame (IPR) juga ada di Jalan Sisingamangaraja Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Dimana kata Prans, bahwa akibat lokasi tersebut tidak diperbolehkan ada tiang tumbuh, papan reklame yang dulu berdiri disitu sekarang sudah ditebang. 

"Namun belum lama, kenapa justru sekarang bisa dibangun lagi? Ini artinya bahwa LHKPN Pak Arifin itu asal usulnya dari mana memang masih misteri sampai sekarang dan patut diselidiki kembali," tandasnya.