Dugaan Korupsi Dana UKW, KPK hingga BPK Perlu Turun Tangan!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 April 2024 16:58 WIB
Ilustrasi dugaan korupsi (Foto: Istimewa)
Ilustrasi dugaan korupsi (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi senilai Rp2,9 miliar merupakan dana hibah dari Kementerian BUMN dengan total Rp6 miliar untuk pelaksanaan UKW di 30 provinsi hingga Juli 2024 tengah menyeruak.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai Dewan Kehormatan (DK) Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat harus menindak tegas pengurus PWI Pusat yang diduga korupsi dana hibah BUMN itu.

"DK sudah memutuskan hukuman dari segi etika profesi dengan menghukum beberapa oknum pengurus yang diduga menyalahgunakan uang sumbangan dari BUMN," kata Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Rabu (17/4/2024).

Namun jika DK, tambah Abdul Fickar Hadjar, menganggap ada unsur pidana atau kemungkinan menggelapkan uang organisasi, menipu atau tindak pidana lainnya, maka pengurus PWI dapat melaporkannya kepada penyidik kepolisian.

Demikian juga karena ini tindak pidana umum, maka setiap anggota komunitas, setiap wartawan mempunyai hak dan legal standing untuk melaporkan secara pidana terhadap pengurus yang telah menghabiskan uang organisasi demi kepentingannya sendiri dengan laporan penggelapan, penipuan.

"Bahkan bisa juga dengan laporan dugaan korupsi, karena menyelewengkan uang negara yang diperuntukan bantuan pada PWI," tegasnya.

Di lain sisi, untuk menemukan apakah benar terjadi penyalahgunaan anggaran Negara, perlu dilakukan pemeriksaan oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (APH) lainnya.

Dari pemeriksaan itu baru bisa dikategorikan ada temuan atau tidak dugaan tindak pidana korupsi. Kementerian BUMN juga harus diperiksa sebagai pihak yang menyalurkan hibah. "Itu harus ada penjelasan dari pemberi bantuan bahwa untuk uang negara," tegasnya.

Kronologi versi Bendahara Umum (Bendum) PWI Pusat
Desas-desus cash back BUMN sudah merebak di beberapa kalangan pengurus PWI sebelum peringatan HPN 20 Feb 2024. Kabar ini saya redam dulu hingga peringatan HPN pada 20 Februari 2024 usai. Saya sebagai Ketua Pelaksana HPN tentu harus konsentrasi ke HPN agar acara berjalan lancar.

Selesai HPN, saya yang juga Bendahara Umum PWI wajib cari tahu kebenaran kabar desas-desus cash back tersebut. Bagaimana bisa saya sebagai bendahara umum PWI tidak mengetahui (kalau benar) ada dana keluar dalam jumlah besar. 

Saya tanya kepada staf sekretariat PWI bagian keuangan, Lia. Menurut Lia, dari Rp 6 miliar dana BUMN tersebut sudah masuk ke rekening PWI sebesar Rp 3,6 miliar. 

Rinciannya pada akhir Desember Rp 1,3 miliar dan 500 juta, kemudian pada 12 Februari masuk Rp 1,8 miliar. 

Masih menurut Lia, dari Rp 3,6 miliar dana yang sudah masuk itu, sudah keluar dari rekening PWI sebagai cash back sebesar Rp 540 juta pada akhir Desember, Rp 540 juta pada 13 Februari. 

Ada juga fee kepada yang dianggap berjasa disetujuinya bantuan BUMN tersebut (Syarif) sebesar Rp 691 juta (19 persen dari dana masuk). Total dana yang keluar Rp 1,771 milair atau sekitar 49 persen dari Rp 3,6 miliar. 

Pada tangal 29 Februari 2024 saya menerima undangan dari Sekjen untuk hadir di rapat internal PWI yang akan berlangsung pada 5 Maret 2024.

Pada tanggal 5 Maret 2024 saya hadir di rapat internal. Meski diundangan yang saya terima hanya mengundang pengurus harian, ternyata hadir juga dari DK (Pak Sasongko dan Bu Uni) dari Dewan Penasihat (Bang Ilham dan Bang Timbo). 

Rapat membahas apa benar ada cash back kepada oknum BUMN. Saat diberikan kesempatan berbicara, saya menjelaskan bahwa sebagai bendahara umum saya tidak tahu sama sekali ada uang keluar sebesar itu dari rekening PWI. 

Untuk cash back Rp 540 juta pada akhir Desember 2023 bisa jadi saya tidak tahu karena saya sedang berada di luar negeri. Namun untuk cash back  Rp 540 juta pada 13 Februari saya ada di Jakarta, hampir tiap hari saya ke Kantor PWI karena persiapan HPN.

Tetapi kenapa saya tidak diberi tahu ada dana keluar dari rekening PWI sebesar itu.  ⁠Saya juga menjelaskan soal fee kepada yang dianggap berjasa menggolkan bantuan BUMN untuk UKW. Fee sebesar 19 persen itu di luar ketentuan.  

Saya mulanya membuat peraturan  fee bagi siapa saja yang berhasil menggolkan sponsorship untuk PWI sebesar 10 persen. Tapi saat diminta ketemu Ketum untuk membicarakan fee sponsorship BUMN saya tidak bisa hadir.

Saya wakilkan kepada Wakil Bendahara Umum, dan disepakati fee sebesar 15 persen. Tapi fee yang diterima Syarif ternyata 19 persen dari gross uang masuk. 

Setelah rapat 5 Maret saya cari tahu lagi ke Lia, siapa yang tanda tangan cheque dana cash back tersebut?  Cash back akhir Desember yang tanda tangan cheque Sekjen (Sayid Iskandarsyah) dan Wakil Bendahara Umum (M Ihsan). 

Kok bisa Wakil Bendahara Umum tanda tangan cheque. Bukankah dalam Peraturan Rumah Tangga PWI pasal 12, ayat 14  tentang Tugas, wewenang, dan  tanggung jawab Bendahara Umum pada huruf C disebutkan: “Bersama Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya.

Cash back 13 Februari, cheque ditandatangani Ketum dan Sekjen.  Setelah menerima penjelasan dari Lia tentang siapa yang menandatangani cheque, saya menelpon Wakil Bendum.  

Saya tanya, kenapa ada dana keluar dari PWI sebesar itu, Bendahara Umum koq tidak tahu? wakil Bendum tidak menjawab. 

Wakil Bendum malah menawari saya untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres. Saya saat itu setuju saja. 

Pada tanggal 6 Maret 2024. Setelah saya pertimbangkan secara matang, tawaran Wakil Bendum untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres, saya tolak. 

Saya dibilang tidak konsisten. Saya jawab, untuk hal ini saya harus tidak konsisten. 

Antara tanggal 6 dan 14 Maret, persisnya kapan saya lupa. Saya tanya Lia, siapa yang mencairkan cheque untuk cash back? Untuk  akhir Desember, pencairan dilakukan Yudi, staf sekretariat PWI. Yang kedua 13 Februari pun oleh Yudi. 

Lantas siapa yang mengantar uang tersebut ke orang BUMN, Lia gak tau persis tapi ada tanda terimanya. Yang Rp 540 juta pertama, penerimanya dengan tanda tangan huruf awal G. Penerima Rp 540 juta yang kedua, tanda tangan penerima tertulis Sekjen.  

Dimana tanda terima tersebut? Dijawab Lia, diminta Pak Ihsan.

Pada tangal 14 Maret 2024, saya bertanya via telepon ke Wakil Bendum, dimana tanda terima cash back? Dia jawab, saya simpan.  Kenapa Pak Ihsan simpan, kok bukan di Lia saja. Dia jawab, tanya Ketum saja. 

Pada tanggal 18 Maret 2024, Lia memberi tahu saya kalau uang dari BUMN sudah masuk lagi Rp 1 miliar. Jadi total dana yang sudah masuk Rp 4,6miliar.  

Pada tanggal 26 Maret 2024, pada hari yang sama dengan buka puasa dan malam apresiasi kepada para sponsor HPN di Hall Dewan Pers, DK mengadakan rapat di Kantor Pusat Lantai IV Gedung Dewan Pers.  

Saya diundang di rapat DK. Dari DK yang tidak hadir hanya Iskandar. Saya kembali jelaskan keterangan yang saya peroleh dari Lia seperti yang sudah saya tulis di atas.

Pada tanggal 3 April 2024. Saya ketemu Yudi di depan Mushollah Dewan Pers. Saya tanya, setelah uang 540 juta kamu ambil dari Bank, kamu bawa kemana uangnya? 

Dia jawab, yang pertama (akhir Desember) dia bawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen. Kemudian Sekjen bersama Syarif Hidayatulloh, dan Riza (Humas) mengantar uang tersebut.  

Yang Rp 540 juta yang kedua juga sama, dibawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen.

Kesimpulan

Dana sponsorship BUMN untuk UKW yang sudah disetor ke rekening PWI adalah Rp 4,6 miliar.

Sebesar Rp 1,5 miliar telah digunakan untuk UKW di 10 provinsi. 

Dikeluarkan untuk cash back kepada orang BUMN Rp Rp 1,080 miliar. 

Ditransfer untuk fee Syarif karena dianggap berjasa menggolkan bantuan BUMN tersebut sebesar Rp 691 juta. Apa benar Syarif ini yang berjasa menggolkan dana bantuan BUMN. Bukankah ini atas perintah Presiden Jokowi saat menerima pengurus PWI di Istana?

Kementerian BUMN menyatakan bahwa pihaknya sudah mentransfer ke rekening PWI sebesar Rp 3,6 miliar, kemudian bertambah Rp 1 miliar.  Jadi total sudah Rp 4,6 miliar yang ditransfer ke rekening PWI. 

Kementerian BUMN juga menyatakan bahwa tidak satu pun orang BUMN yang menerima cash back dari PWI.  Uang sudah keluar Rp 1,080 miliar dari rekening PWI untuk cash back, tapi pihak BUMN membantah menerima cash back tersebut. Kemana larinya uang Rp 1,080 miliar tersebut. 

Lantas siapa orang yang tanda tangannya ada di tanda terima cash back Rp 540 juta akhir Desember dengan huruf awal G di tanda tangan?

Lantas kemana larinya cash back Rp 540 juta 13 Februari  dengan tanda terima yang ditandatangani Sekjen tersebut?