Pemilihan Ulang Berpotensi Krisis Ketatanegaraan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 29 Maret 2024 06:25 WIB
Seorang pemilih memasukan surat suara ke kotak suara pemilu 2024 (Foto: MI Repro Antara)
Seorang pemilih memasukan surat suara ke kotak suara pemilu 2024 (Foto: MI Repro Antara)

Jakarta, MI - Kuasa Hukum Paslon 02 Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan mengatakan bila Mahkamah Konstitusi (MK) mewujudkan permintaan untuk dilakukannya pemilihan ulang, maka dapat berpotensi menimbulkan krisis ketatanegaraan di Indonesia.

“Bilamana misalnya dengan permintaan diskualifikasi, pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan yang mengarah kepada krisis ketatanegaraan di Republik Indonesia,” kata Otto di Sidang PHPU Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/3/2024).

Selain itu, Otto juga mengatakan jika permasalahan ini terjadi akibat dari lemahnya mekanisme hukum, dalam penyelesaiannya tentu akan memakan waktu bahkan melebihi tahapan-tahapan pemilu selanjutnya.

“Apabila kemudian pemohon [paslon 01 dan 03] mendalilkan bahwa mekanisme hukum yang berlaku dalam hal penyelesaian, tiap tahapan tersebut memakan waktu berbelit-belit atau bahkan bisa melampaui tahapan-tahapan selanjutnya dari pemilu itu sendiri,” kata dia.

“Sepatutnya, hal ini dipermasalahkan dan dipersoalkan pemohon dalam forum terpisah, misalnya mengajukan judicial review baik kepada tingkat Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi,” kata Otto.

“Bukan dalam tahapan PHPU Presiden dan Wakil Presiden,” tambahnya menjelaskan bahwa paslon 01 dan 03 salah kamar.

Hari Kamis (28/3/2024) kemarin, Mahkamah Konstitusi melanjutkan sidang kedua perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terhadap Pilpres 2024.

Pihak termohon yang menggugat PHPU yang diajukan oleh Anies-Muhaimin, dan Ganjar-Mahfud MD adalah pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sedangkan pihak terkait pada kasus tersebut, adalah pasangan Prabowo-Gibran yang beberapa waktu lalu ditetapkan sebagai Pemenang Pilpres 2024 oleh KPU.